Welcome And Thanks For Visiting My Blog.

My Campus

Di awal tahun 2013, di Sumbawa didirikan sebuah kampus swasta yang dinamakan Universitas Teknologi Sumbawa atau sering disebut juga kampus elang muda.

read more

Metallurgy

Metallurgy is a domain of materials science and engineering that studies the physical and chemical behavior of metallic elements, their intermetallic compounds, and their mixtures, which are called alloys.

read more

My Region

Sumbawa Merupkan Kota asalku yang memiliki sejuta keindahan dari daratan dhingga lautan.

read more

Selasa, 09 Februari 2016

Nikel





Hai semuanya, pada kali ini saya akan sedikit berbagi nih, cara ekstraksi Nikel berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Michael S. Moats dan William G. Davenport yang berjudul “Nikel and Cobalt Production”. Pada jurnal ini menjelaskan bagaimana mendapatkan  Nikel dan Cobalt baik dari batuan kelas rendah maupun batuan yang kelas tinggi.  Namun pada kesempatan ini saya akan berbagi nih mengenai produksi feronikel pada kelas rendah saja. Semoga ini bermanfaat ya!!
Dalam ekstraksi feronikel dari biji kelas rendah atau yang biasa disebut laterite ore ini terdapat 4 tahapan, berikut tahapan beserta skema untuk mendapatkan Ferronikel:





1.      Dewatering
Dalam sebuah pertambangan orenya berasal dari pemukaan tanaan yang selalu basah dan lembab. Sehingga perlu dihilangkan kandungan H2O sebelum dilakukan Semelting, untuk mengurangi kandungan air pada ore dilakukan pemanasan dengan menggunakan pemanasa rotary kiln dengan suhu sekitar 800 OC.  konsetrat yang dihasilkan di hancurkan terlebih dahulu sebelum dikalsinasi. Pada tahap ini masih terkandung kandungan air sekitar 25% sehingga dilanjutkan dengan kalsinasi untuk menghilangkan kandungan air dalam konsetrat
2.      Calcination / Reduction
Tujuan dari kalsinasi/reduksi ini adalah untuk menghilangkan sisa konsentrat yang mengandu H2O, mereduksi sekitar ¼ konsentrat mineral Ni menjadi metal Ni, mereduksi konsentrat mineral Fe3+ menjadi mineral Fe2+  dan membuat sekitar 5% menjadi menjadi metal Fe, pada tahap ini konsentrat dipanaskan hinga 900 OC dengan kecepatan putaran 1 rpm. Hasil dari tahap ini adalah 1,5-3% Ni, 15% Fe, 1-2% karbon, variasi Mg dan Si oksida dan kotoran CO2, H2O, N2
3.      Ferronickel Smelting


Pada tahap ini konsentrat di reduksi dan dilelehkan, dan nantinya akan terbentuk 3 lapisan, lapisan pertama atau lapisan terbawah merupakan  larutan crude ferronikel (20-40% Ni, 80-60% Fe) dengan suhu 1450 OC, lapisan kedua Ni-lean, SiO2, MgO, Slag FeO, 0.1-0,2% Ni dengan suhu 1550 OC dan  lapisan ketiga merupakan CO, N2 dengan suhu 900 OC. Alat furnance yang digunakan dalam peleburan ini adalah Furnance electric.
4.      Refining
Setelah proses smelting, hasil lapisan pertama dicampur dengan komponen kaslsium, udara dan distirer dengan suhu 1500 OC. hal ini bertujuan untuk menghilangkan S, P, C, Si dan O.



Metode di atas ternyata hamper sama dengan proses yang digunkanan PT Inco Indonesia, PT inco memproduksi sekitar 80,000 ton/tahun dari Ni pada matte dan matte ini dikirimkan ke Asia. Ni yang High grade ( sekitar 78%) dibuat dengan beberapa tahap yaitu, (1) upgrading laterite ore hingga 1,8% konsentrat Ni, (2) dewatering konsentrat dengan kiln rotasi, (3) kalsinasi, reduksi dan sulfidasi konsentrat dewater dengan kiln rotasi (4) smelting dengan finance electric untuk kalsinasi sulfide menjadi molten matte dengan persentasi Ni sekitar 26%, (5) converting oksidasi molten matte dan mehasilkan kandungan Matte menjadi 78% Ni, hasil ini selanjutnya siap untuk di refining. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini yang merupakan skema produksi Ni. 




Share:

Kamis, 28 Januari 2016

Next Episode of Synthesis Soft Magnet Into Nano Mn-Ferrite


Bagi temen temen yang udah baca postingan sebelumnya, berikut saya posting kembali lanjutanya. semoga bermanfaat 
3.  Hasil dan Diskusi
3.1 Mn-Ferrite menggunakan metode prespitasi
            Hasil XRD dari figure 1.a merupakan hasil sintesis Mn-Ferrite menggunakan NH4OH , dan dari hasil tersebut menunjukan puncak pembentukan Mn-Ferrite namun intesitas puncak masih kecil atau dengan kata lain masih terdapat pengotornya. Hasil XRD dari figure 1.b adalah hasil sintesis Mn-Ferrite menggunakan NaOH dan hasil tersebut tidak menunjukan puncak adanya pebentukan Mn-Ferrite. Sehingga sampel 1 dijadikan pertimbangan dan sampel 2 tidak diperhitungkan dalam analisis selanjutnya.
            Analisis kuantitas menyatakan sampel 1 mengandung 59% Mn-Ferrite dan 41% α-Ferrite. Namun strukturnya tidak murni spinel kubik hal ini mungkin disebabkan karena proses prespitasi menggunakan suhu ruangan sehingga diperlukan penelitian yang lebih lanjut dengan mencoba pada suhu yang lebih tinggi untuk menghasilkan persentase Mn-Ferrite yang lebih tinggi  disisi lain,  sampel ke 2 hanya menghasilkan 10% MnO, 55% Fe3O4 ,35% Fe2O3 dan Mn-Ferrite tidak terbentuk.
            Hasil XRF dari sampel serbuk (powder) dengan metode prespitasi menunjukan banyak pengotor pada sampel , hal tersebut terjadi karena pasir besi yang digunakan berasal dari mineralnya langsung Sehingga dalam percobaan selanjutnya mungkin bisa menggunakan pasir besi dari bautan skunder yang terbentuk dari batuan beku (igneous rock )






3.2 Mn-Ferrite dengan metode sol-gel
            Besi (III) nitrate dan mangan (II) nitrat di dapatkan dengan mensintesis material dasar dengan asam nitrat (HNO3)  dan asam oxalic sebagai katalis, dengan reaksi sebagai berikut :
2 Fe3O4 + 24 HNO3 + 2 C2H2O4 à 6 Fe(NO3) + 3 Fe(NO3)2 + 14 H2O + 4 CO2
MnO2 + 2 HNO3 + C2H2O4 à Mn(NO3)2 + 2 H2O + 2CO2
hasil reaksi besi nitrat  terbentuk larutan coklat keemasan yang merupakan komponen Fe(NO3) dan  Fe(NO3)2.. Warna coklat ini disebabkan karena ion Fe3+ dan warna kuning disebabkan karena adanya ion Fe2+. Dan pada larutan hasil reaksi lebih didominasi oleh warna coklat sehingga menunjukan bahwa ion Fe3+  lebih mendominasi daripadan ion Fe2+. Jika larutan didiamkan akan terbentuk kristalin putih anhydrate ferrous nitrate yang merupakan bentuk padatan dari  besi oksida. Katalis besi nitrat ini sangat reaktif dan mudah teroksidasi. Sementara itu reaksi sintesis mangan dioksida dan larutan asam nitrat terbentuk cahaya merah mangan nitrat Mn(NO3)2. Mangan nitrat ini sangat mudah mudah mengendap (kristalisasi). Bubuk Mn-Ferrite yang didapatkan dari metode sol gel menggunakan larutan precursor besi nitrat dan mangan nitrat yang dilarutkan dengan ethylene glycol (EG) sementara itu gas NO dan HNO3  akan hilang selama proses Sol gel.
Hasil XRD dengan metode Sol-Gel ditunjukan pada figure 2 dan hasil menunjukan bahwa terdapat perbedaan puncak antara sampel 1 dan 2. Fasa yang terbentuk pada sampel 1 adalah magnetite dan pada sampel 2 terbentuk fasa hematit. Oksidasi dari magnetit Fe3O4 membuat perubahan menjadi maghemit γ-Fe2O3 atau hematit α-Fe2O3. Dan hal ini tidak akan terjadi pada temperature rendah karena hematit terbentuk pada lapisan luar dari butir (grains). Dan pembentukan hematit ini ditunjukan pada angle 33,17O , 35,64O, 49,50O, 54,11O, 62,48O dan 64,04O. Hasil analisis menunjukan pembentukan komponen (Mn,Fe)2O3 sekitar 70,64% dengan struktur trigonal dan 29,54% MnFeO3 dengan struktur kubik. Adanya MnFeO3 dan (Mn,Fe)2O3 dikarenakan adanya proses reduksi dan oksidasi selama proses pemanasan. Reaksi ini bias terjadi tergantung tekanan parsial oksigen dan temperature panas. Pembentukan ferrite terjadi jika tekanannya  lebih rendah daripada tekanan oksigen di udara,
            Hasil XRF sampel 1 menunjukan rasio dari komposisi Fe dan Mn adalah 58% dan 32,9%, sementara itu rasio komposisi sampel  2 antara  Fe dan Mn adalah 59.3% dan 33,3% dan terdapat pengotor kedua sampel seperti Ti, Mo, Zn, Ca, Cu, dan Ni. Ekstraksi dari pasir besi yang berasal dari alam tidak  munrni Fe3O4 . Homogenitas dari komposisi elemen pada komponen yang terlihat pada sampel yang selalu sama. Hal ini menunjukan metode sol gel memiliki homogenitas yang lebih baik. Mn Ferrite yang di hasilkan dengan metode sol gel  memiliki grain ukuran nano, murni, dan homogenitas yang lebih baik dibandingkan dengan metode sol gel.



4. Kesimpulan

Mn-Ferrite dapat disintesis  dari pasir besi dengan menggunakan metode prespitasi dan sol gel. Namun dari hasil karakterisasi menggunakan XRD menunjukan temperature panas mempengaruhi struktur dari kedua metode. Dalam metode sol gel, proses pemanasan pada suhu 350 OC lebih efektif untuk menghasilka powder Mn-Ferrite yang mempunyai 100% sturktur cubic inverse spinel. Sementara itu pada suhu 700 OC terbentuk fasa trigonal (Mn,Fe)2O3 dan fasas kubik MnFeO3 dengan komposisi 70,56% dan 29,54%. Dengan metode Scherrer, rata-rata partikel yang diperoleh adalah 1 nanometer. Dari hasil karakterisasi dengan XRF menunjukan terdapat beberapa pengotor diantara kedua sampel  seperti  Ti, Mo, Zn, Ca, Cu dan Ni. 
Share:

Rabu, 27 Januari 2016

Synthesis Soft Magnet Into Nano Mn-Ferrite






Beberapa waktu lalu saya telah mereview sebuah jurnal dari Agus Yulianto, Sulhadi, Ahmad Lutffi Isnaeni Azis dan Eli Dayati yang judulnya Synthesis of Iron Sand Into Nano Mn-Ferrite yang terbit pada 2013. Jurnal ini cukup menarik karena dulu  saya pernah ingin mencoba membuat magnet, hehehe. Kelihatanya Sederhana sih tapi susah juga kalau buat di Sumbawa. Berikut isi jurnalnya yang terjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan sidikit penambahan bagan penelitian dan pengurangan kalimat
Indonesia  memiliki pasir besi yang sangat berlimpah, secara umum pasir besi di Indonesia dapat ditemukan di daerah pesisir pantai disepanjang pantai di samudra India, bagian barat Sumatra hingga bagian timur Indonesia seperti Bali, Sumbawa dan Lombok. Eksistensi dari material pada mineral ini menarik perhatian sejumlah peneliti untuk meneliti dan mempleajari material ini, sehingga material ini dapat diproses hingga menjadi produk yang bernilai jual. Banyak penelitian  yang menyatakan bahwa pasir besi mengandung besi oksida seperti Magnetite (Fe3O4), maghemite (γ-Fe2O3) dan hematite (α-Fe2O3) . dan kadungan mineral ini dapat dijadikan sebagai hard magnet dan soft magnet. Namun dalam jurnal yang ditulis oleh Agus Y. dkk mengatakan bahwa masih sedikit penelitian mengenai soft magnet terutama di Indonesia, sehingga mereka melakukan penelitian mengenai pembuatan soft magnet dari Mn Ferrite. Soft magnet memiliki karakteristik yang unik diantaranya high initial magnetic permability , saturation magnetization, electrical resistivity dan low power losses. Dan Soft magnet biasa diaplikasikan dalam perangkat Microwave, chip memory computer, penyimpanan media digital, transformer cores dan pada antenna  yang digunakan sebagai telakomunikasi elektronik. Pada penelitian yang dilakukan sintesis magnet.Mn-ferrite dilakukan dengan 2 metode yaitu metode presipitasi dan metode sol-gel. Metode ini memiliki keunggulan diantaranya menghasilkan kemurnian yang tinggi, homogenitas yang tinggi, ukuran partikel yang kecil, penggunaan energy yang efecien dan reaksinya tidak memerlukan wadah yang besar dan banyak Terdapat beberapa metode untuk mensintesis menjadi nano partikel salah duanya adalah Prespitasi dan sol-gel. Sehingga pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang telah saya sebutkan diatas, mereka ingin mengetahui perbedaan sintesis nano Mn-Ferrite dengan metode sol gel dan prespitasi (pengendapan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil dari metode yang digunakan dan untuk mengetahui metode yang tepat danlam menghasilkan Mn ferrite nanopartikel yang murni (pure).

2. EXPERIMENTAL

2.1 Material dari Pasir Besi  
            Berdasarkan penelitian yang lain, diketahui material magnetic yang dominan pada pasir besi adalah magnetite (Fe3O4). Butir magnetic diekstraksi dan dimurnikan dari pasir besi yang didapatkan dari lokasi tertutup di daerah pesisir utara jawa, Indonesia.. Ekstraksi dilakukan secara manual dan mekanis kemudian dimurnikan dengan grounding dan diayak.  Metode pemurnian ini menghasilkan 99% powder magnetic yang murni. Powder tersebut digunakan dalam penelitian ini

2.2 Prosedur Presipitasi
            Terdapat 2 prekursor yang digunakan dalam pembuatan Mn-Ferrite dengan metode presipitasi  diantaranya MnCl2 ­dan FeCl3. Prekursor tersebut didapatkan dari MnO2 dan Fe3O4 yang dilartukan dengan 36% HCl dan distirer selama 15 menit, Reaksi yang terjadi adalah
MnO2 + 4 HCl -> MnCl2 + Cl2
Fe3O4 + 8 HCl -> FeCl2 + 4 H2O
            Setelah itu disaring dengan kertas saring untuk memisahkan dengan pengotornya. Larutan MnCl­2 dan larutan FeCl2  dengan konsentrasi 1:1,  masing-masing di campur dengan  larutan 21% NaOH dan 21% NH4OH hingga perbandingan konsentrasi rasionya 1:2 . Setelah bereaksi selama 5 menit akan dihasilkan endapan berwarna hitam.
Sample hasil prespitasi kemudian dipisahkan dari pengotornya dan dibilas beberapa kali dengan aquadest. Setelah itu endapan lumpur dikeringkan atau diuapkan hingga mendapatkan endapan yang kering . Endapan yang kering tersebut kemudian dipanaskan dengan microwave selama 20 menit dan pada suhu 70 OC untuk mendapatkan material padatan.

2.3 Sintesis menggunakan Metode Sol Gel
            Pada Metode ini precursor yang digunakan adalah Besi (III)  Nitrat dan Mangang (III) nitrat yang didaptkan dari Magnetite (Fe2O3)  dan Mangan dioksida (MnO2) yang telah di campurkan dengan asam nitrat (HNO3).  Prekursor 0.2 mol besi nitrat dan 0.1 mol mangan nitrat dicampurkan dan ditambahkan 100 ml pelarut ethylene glycol, konsentrasi antara NO3- : etylen glycol adalah 1:1. Larutan kemudian di Stirer selama 2 jam dengan suhu 100 OC untuk menghomgenkan larutan dan sol transparan kemudian di dinginkan pada suhu ruangan. Setelah itu etanol ditambahkan sedikit demi sedikit sambil distrirer untuk hingga terbentuknya gel. Etanol bertujuan untuk meningkatkan solubilitas sol. Kemudian gel yang di dapatkan dipanaskan pada suhu 150 OC selama 2 jam untuk mendapatkan ukuran Nanopartikel.  Setelah itu partikel gel yang kering dipanaskan kembali pada suhu 350-700 OC selama 2 jam.
            Padatan yang dihasilkan dari kedua metode tersebut dikarekterisasi dengan X-ray Diffraction untuk melihat struktur dan kemurnian Mn-Ferrite yang dihasilkan. XRF juga digunakan untuk melihat element material yang terbentuk.




Untuk temen-temen yang penasaran mengenai Hasil percobaan dan Kesimpulannya, saya akan posting di post selanjutnya. 
Share:

Jumat, 22 Januari 2016

Tambang dan Pengolahan Lingkungan




Di Indonesia, pertambangan, eksplorasi,dan sejenisnya  sering sekali ditentang dan bermasalah di masyarakat. Hal ini dikarenkan bahaya lingkungan muncul terkait dengan praktik pertambangan, dan beberapa masalah yang sering terjadi yang diakibatkan praktik pertambangan diantaranya polusi udara, polusi air, kebisingan , degradasi lahan, hilangnya biodiversitas, dan keselamatan pekerja.  Salah satu kejadian yang sempat menggemparkan masyarakat Indonesia adalah kasus BUYAT, kasus ini merupakan dampak buruk dari praktik pertambangan yang tidak bertanggungjawab. Namun, dalam penelitian disebutkan bahwa praktik pertambangan juga memiliki banyak dampak postif. Jika dilakukan secara benar, praktik pertambangan dapat memberikan kotribusi infrastruktur yang signifikan dan meningkatkan standar hidup masyarakat.
PT Newmont Nusa Tenggara merupakan Salah satu contoh praktik pertambangan yang bertanggung jawab. Pembangunan infrastruktur, pengembangan lingkungan, pengembangan pendidikan dan juga pengembangan masyarakat merupakan beberapa program yang telah dilakukan oleh PT newmon Nusa Tenggara, hal ini  menunjukan bentuk tanggungjawab dari PT Newmont Nusa Tenggara.  Keseriusan PT Newmont Nusa Tenggara dalam menjalankan program-programnya telah menjadikan perusahaan tambang ini dihargai dan dihormati oleh masyarakat terutama masyarakat sekitar penambangan. Pembuktian yang diberkan oleh PT Newmont Nusa Tenggara mulai merubah pandangan masyarakat mengenai praktik penambangan.



Share:

Dampak Positif dan Negatif dari Praktik Tambang



Pertambangan, eksplorasi,dan sejenisnya telah memberikan pengaruh yang besar selama 1 abad terakhir karena memberikan kontribusi pembangunan infrastruktur yang signigfikan dan meningkatkan standar hidup umat manusia. Namun,  bahaya lingkungan juga muncul terkait dengan praktik pertambangan terbuka dan secara garis besar masalah utama ini dapat diringkas sebagai berikut :
Polusi udara
Pertambangan terbuka menghasilkan kuantitas debu dengan berbagai macam ukuran dan gas polutan yang tersebar, sehingga polusi ini dapat mempengaruhi populasi disekitarnya seperti pekerja, peternakan dan pertanian
Polusi air
Aktivitas pertambangan juga memberi dampak pada permukaan dan air, air yang digunakan pada proses pertambangan juga dapat menyebabkan air menjadi sangat beracun dan dapat mencemari tanah
Noise Pollution
Di pertambangan terbuka juga mengunakan bahan peledak yang menghasilkan intensitas suara yang tinggi sehingga dapat mendegredasi sel-sel neuro sensorik padak telinga. Selain itu, hasil penelitian membuktikan lingkungan kerja yang bising di pertambangan dapat mengakibatkan gangguan komunikasi, pekerjaan, tidur, dan prilaku pekerja tambang.
Degradasi lahan
Penambangan terbuka akan melakukan penggalian lahan untuk mengekstrak biji mineral dan pada saat yang sama dibutuhkan juga area untuk pembuangannya, sehingga kegiatan ini akan dapat menutup hutan atau lahan pertanian dan mengakibatkan lahan tersebut dialihkan untuk penambangan.
Hilangnya Biodiversitas
Pembangunan infrastruktur, mempercepat penggalian dan pembuangan yang berlebihan pada kegiatan penambangan akan berdampak langsung terhadap organisme hidup di daerah pertambangan seperti tanaman dan hewan yang  dapat berdampak kematian jika kontak dengan limbah beracun dan  dan drainase tambang. Selain itu kegiatan penambangan juga dapat menyebabkan dampak secara tidak langsung seperti perubahan dalam siklus hara, gangguan ranta makanan dan kestabilan ekosistem
Masalah Kesehatan pekerja

Jika dibandingkan dengan pertambangan bawah tanah, pertambangan terbuka memiliki permasalahn polusi udara yang lebih membahayakan. Hal ini dikarenakan terkena debu secara terus menerus, polutan gas dan kebisingan, apabila pekerja terkena secara terus menerus akan dapat memberi ancaman yang berat bagi kehidupan pekerja.
Share:

Kamis, 21 Januari 2016

Ekstraksi Aluminium






Setelah sekian lama akhirnya hati ini terketuk lagi untuk menulis, hehehehe… Kali ini saya akan sedikit berbagi mengenai mengenai ekstraksi alumunium dari sebuah jurnal yang di tulis oleh Alton T. Tabereaux dan Tay D. Peterson  pada tahun 2014 dengan judul “Aluminum production” yang saya baca beberapa waktu lalu,
Aluminium merupakan salah satu logam yang memiliki karakteristik menarik diantaranya memiliki  tiitk leleh 660oC, kuat jika dipadukan dengan keadaan murni, konduktifitas yang baik, dan dapat dijadikan sebagai koduktor lilstrik  dan yang paling penting lagi alumunium tahan terhadap korosi udara. Karena karekteristik tersebut aluminium banyak dipadukan dengan logam lain dan digunakan dalam berbagai  aplikasi beberapa diantaranya, sebagai pengemasan, atap rumah, kerangka pesawat, peralatan alat dapur, dan bahkan digunakan dalam pesawat luar angkasa, (sebenarnya masih banyak lagi loh aplikasinya ).



Pernakah terfikir oleh kita, darimanakah aluminium itu berasal ? kalau dilihat dari aplikasinya alumunium bisa menjadi sangat elastis tapi tidak tahan panas seperti pada kemasan, menjadi tahan panas tapi tidak elastis seperti pada peralatan masak, dan bahkan bisa menjadi lebih kuat dan ringan seperti pada kerangka kendaraan.
Nahh pada jurnal yang sudah saya sebutkan diatas menjelaskan tuh mengenai pembuatannya, jadi aluminium di ekstraksi dari mineral bauxite, secara umum terbentuk dari 2 proses, yaitu proses Bayer dengan teknik fining batuan bauxite menjadi aluminium oxide atau alumina dan proses Hall-Heroul electrolytic dengan smelting alumina yang teah dilarutkan dengan cryolite dan mejadi logam aluminium murni.
Proses Bayer, dalam proses ini terdapat 5 tahap, seperti yang terlihat pada gambar dibawah  ini :







1.     Crushing, Mixing dan Descilication
Pada proses ini batuan yang ukuranya tidak seragam akan dihancurkan atau  di crushing dengan alat penghancur yang namanya grinding mill,  setelah itu batuan tadi akan dicampurkan (mixing) dengan larutan soda (caustic soda solution), pencampuran ini akan menghasilkan lumpur dengan kepadatan 35-40%, dilanjutkan dengnan proses descilliaction, proses ini bertujuan untuk menghilangkan larutan silica sebelum masuk ke dalam proses digestion, proses ini dilakukan dengan mendidihkan lumpur dengan suhu yang dijaga sekitar 90-100 OC untuk melarutkan dan menghilangkan silica yang terkandung (oh ya dalam proses ekstraksi aluminium dari bauxite, silica menjadi pengotor utama).

2.      Digestion

Kemudian campuran Slurry (Slurry Mixer) tadi, dipompa dalam digester dan di leaching dengan suhunya 110-270 oC. pada proses ini akan menghasilkan NaAlO2 reaksinya dapat terlihat di bawah ini  




            Kemudian lumpur tersebut dialirkan dan lumpur tersebut akan direduksi tekanan dan dijaga panasnya di flash tank untuk dilanjutkan keproses clarification

3.      Clarification
Pada tahap ini Lumpur yang telah dialirkan akan dihilangkan pengotornya dengan prinsip pengendapan, Kemudian hasilnya didinginkan , disaring dan partikel yang diatas 100 micrometer akan dihilangka dan dibawa menuju area penampungan. Hasil residu (yang partikelnya diatas 100 micrometer ) disebut juga redmud. Red mud ini akan mengendap pada bagian bawah tanki , kandungan red mud ini adalah unsur-unsur yang masih dapat diekstraksi kembali, seperti silica, titanium dan lainya. Untuk mempercepat pengendapan ini ditambahkan polymer Flocculent filter aids, selain itu penambahan ini juga dapat meningkatkan lapisan dan densitas padatan. Akibat pengendapan ini akan terdapat 2 aliran nantinya yaitu red mud dan  slurry.
4.      Precipitation
Setelah proses klasifikasi proses dilanjutkan degan prespitasi pada proses ini terdapat 3 tanki yang dimana stiap tanki nantinya akan ditambahkan cairan (liquor), penambahan liquor ini dapat menyebabkan terbentuknya partikel hydrate yang ukurannya <1 micrometer, partikel hyrdrate ini merupakan nukleasi yang tidak diinginkan kerena dapat menyebabkan sementasi pada sebagian kristal aluminium hydrate yang partikelnya 1- 45 micrometer dan dan dapat juga  mengakibatkan Kristal beaglomerasi menjadi lebih besar yaitu >45 micrometer. Sehingga Pada proses ini akan ada pembentukan hydrate yang teraglomerasi. Hasil presipitasi ini akan disaring dan dikonsentrasi dengang menguapkanya sehingga menhasilkan aluminium hidroksida sebelum menuju ke proses kalsinasi.Larutan alkali dan biji hidyate di daur ulang dalam proses.
5.      Calcination

Alumunium hydrocide di cuci, disaring dan dikalsinasi menggunakan rotary kiln dengan suhu sekitar 950-1000 oC. hal ini bertujuan untuk menghilangkan kandunga nhydrate dan membentuk Kristal alumina anhydrate
Share: